Rasanya Kuliah
"Kapanlah, nih lulus dari SMA? Pengen cepet-cepet kuliah!"
"Anak kuliahan tuh kelihatannya enak banget. Pakaiannya bebas, nggak kaya SMA"
Dulu ketika sisa nyawa di SMA tinggal menunggu UN, aku dan temen-temen suka ngebayangin kehidupan perkuliahan yang dicerminkan oleh senior-senior udah kuliah. Mereka jadi semakin cantik, modis, dan bebas. Kehidupan mereka yang ter-captured di akun sosial medianya juga keliatan fun sekali. Juga suka ngerutukin udara SMA yang udah sumpek, sesak. Pengen cepet-cepet lulus terus kuliah. Waktu itu SMA rasanya membosankan karena terlalu tegang menanti UN. Waktu luang dipake buat belajar, weekend les, malamnya buka buku 'Persiapan UN' lagi, besoknya disekolah belajar matematika 6 jam sampai mabok rumus integral, rumus trigonometri, logaritma. Intinya, mabok angka. Habis matematika 6 jam, pelajaran agama yang terselip satu jam jadi wahana refreshing. Nonton film(meskipun cuma intro nya doang), tidur, jajan, istirahat sejenak. Setelahnya, belajar fisika 2 jam yang terasa seperti 6 jam, mabok ngitungin berapa kecepatan bocoran air dari tangki yang bocor.
"Bocornya ditambal, bukan kecepatan airnnya dihitung. Ahelah"
Melihat senior-senior yang berkunjung ke sekolah mukanya fresh, bersih, bening kaya nggak ada beban, jadi membuat kuliah itu terlihat makin enak.
Ujian Nasional tahun 2017 lalu hanya mengujikan 4 mata pelajaran. 3 pelajaran wajib dan 1 pelajaran pilihan. Pelajaran wajibnya terdiri dari; Bahasa Indonesia, Matematika, dan Bahasa Inggris. Sedangkan mata pelajaran pilihannya tergantung jurusan, IPA atau IPS. Btw aku jurusan IPA dan waktu itu aku pilih Kimia. Kenapa aku pilih Kimia? Karena diantara semua mata pelajaran pilihan, Kimia adalah mata pelajaran yang require skill menghafal dan menghitung jadi kemampuanku terasah(songong). Nggak, bukan kok. Pilih Kimia karena suka sama guru yang ngajar. Guru yang ngajarin Kimia membuat Kimia itu seakan-akan mudah padahal yah.. gitu. Akhirnya, soal UN Kimia nomor 1 di skip. Lol.
Pas selesai UN, aku daftar les untuk persiapan SBMPTN sekitar satu bulan. Tahun 2017 ujian SBMPTN dilaksanakan tanggal 16 mei(I dont know why I still remember clearly, maybe because it was historical) soalnya menjebak, dan gampang-gampang susah. Aku ngambil soshum karena nggak begitu tertarik ngambil jurusan yang tesnya harus belajar saintek. Aku punya trauma sama pelajaran Fisika. I'm so done with physic I don't need to learn to it anymore. Alhamdulillah, lulus pada pilihan ketiga. Jurusan pendidikan bahasa inggris. Sedih? Nggak, lebih. Galau, man. Kalo mengingat hari dimana aku dapat pengumuman lulus serasa kaya alam nggak berpihak sama kerja keras yang udah aku lakukan. Ngerjain soal ekonomi, sosiologi, geografi setiap hari tanpa berhenti karena niat banget pengen masuk di jurusan yang aku pengen. Waktu itu aku mikir semuanya omong kosong. Hasil tidak menghianati usaha. Apa-apaan! aku dikhianati oleh hasil usahaku. Aku marah, kesal karena aku gagal dari sekian banyak keberhasilan yang aku dapat, kenapa yang krusial seperti ini harus gagal. Tapi, Alhamdulillah lagi Allah itu adil, bijak. Allah knows where I belong to. Allah knows best.
Memasuki perkuliahan, aku excited; "Ini, nih yang selalu ditunggu-tunggu". Tapi hari kehari, semakin kesini rasanya kuliah nggak seperti bayanganku pas SMA. Malah jauh, man. Kuliah menjadi sesuatu yang menyebalkan. Tidak seperti kakak-kakak senior yang sering datang ke sekolah dulu. Mungkin karena pada dasarnya mereka emang udah cantik kali, ya.
Oke, ngomongin gimana rasanya jadi 'anak kuliahan' ada enak dan ada nggak enaknya. Aku bahas yang enaknya dulu. Yang pertama, enaknya itu bebas bawa hp ke kampus. Dulu waktu SMA, siswanya dilarang untuk membawa ponsel berkamera. Lalu, senior dan junior terasa lebih akrab. Kalo dulu di SMA, kaya ada dinding pembatas gitu antara junior sama seniornya. Junior sering jadi objek songongnya senior karena tingkahnya yang high, sombong, dan berbagai macam alasan lain yang actually doesn't really matter dan nggak penting untuk diperdebatkan. Senioritas ketika SMA itu tinggi. I admit that. Aku juga dulu begitu, sih.
Terus, jam kuliah yang sedikit. Dalam sehari biasanya hanya diisi dengan 2 atau 3 mata kuliah saja sehingga banyak waktu untuk melakukan kegiatan lain seperti berorganisasi, atau pulang ke kos, nyalain laptop, nonton ulang film yang udah ditonton, tidur. Waktu senggang kuliah itu banyak. Saking banyaknya, akhirnya jadi menghambur-hamburkan uang.
Ruang lingkup ketika kuliah itu besar. Aku ketemu beragam manusia dengan berbagai macam watak dan tingkah laku. Mulai dari yang ber-niqab sampai yang nggak pakai kerudung. Di perkuliahan aku dapat mengobservasi orang-orang ini dan tabiat mereka. Kuliah itu enak kok kalau tau mau mengisi waktu kosong dengan apa, enak kalau nggak ngeluh mikirin tugas segunung(tugas itu dikerjain bukan dipikirin).
Sekarang yang nggak enaknya. Ekspektasi pas SMA dulu jauh banget sama yang aku jalani sekarang. Kuliahnya sih nggak susah, cuma ribet. Ribetnya itu karena commands dosen yang kadang nggak logis, dan ribet. Nggak memikirkan mahasiswanya. Tapi, ngga tau deh kalau dosennya punya alasan dan tujuan tertentu melakukannya. Kalau ngomongin soal dosen, hadeuuu angker! Takut ilmunya jadi nggak bermanfaat. Jadi skip aja. Demi reputasi dosen dan aku sendiri.
Karena watak dosen, aku kadang suka nggak semangat ngampus. Watak dosen itu macam-macam, ada yang suka rempong, ada yang suka ngasih tugas segunung tiap minggunya, ada yang selama pelajaran senang ngoceh out of context smh. Well, macam-macam, deh pokoknya. Kan, lagi-lagi dosen. Menurut observasiku dosen menjadi faktor utama nggak enaknya kuliah, sih. Tapi nggak tau, sih kalau di jurusan lain.
Bawa motor yang membuat kulitku makin gelap. Ini sebenarnya masalah pribadi. Tapi, semenjak kuliah aku jadi makin sawo matang. Warna muka yang terpapar matahari jauhhh lebih gelap daripada yang nggak terpapar. So far yang paling parah itu, tangan dan muka. Udah pake sunscreen tapi masih merasa insecure sama matahari. In addition, rumahku lumayan jauh dari kampus dan cuaca di Pekanbaru itu panas naudzubillah. Oke, aku lebay. Tapi emang panas.
"Anak kuliahan tuh kelihatannya enak banget. Pakaiannya bebas, nggak kaya SMA"
Dulu ketika sisa nyawa di SMA tinggal menunggu UN, aku dan temen-temen suka ngebayangin kehidupan perkuliahan yang dicerminkan oleh senior-senior udah kuliah. Mereka jadi semakin cantik, modis, dan bebas. Kehidupan mereka yang ter-captured di akun sosial medianya juga keliatan fun sekali. Juga suka ngerutukin udara SMA yang udah sumpek, sesak. Pengen cepet-cepet lulus terus kuliah. Waktu itu SMA rasanya membosankan karena terlalu tegang menanti UN. Waktu luang dipake buat belajar, weekend les, malamnya buka buku 'Persiapan UN' lagi, besoknya disekolah belajar matematika 6 jam sampai mabok rumus integral, rumus trigonometri, logaritma. Intinya, mabok angka. Habis matematika 6 jam, pelajaran agama yang terselip satu jam jadi wahana refreshing. Nonton film(meskipun cuma intro nya doang), tidur, jajan, istirahat sejenak. Setelahnya, belajar fisika 2 jam yang terasa seperti 6 jam, mabok ngitungin berapa kecepatan bocoran air dari tangki yang bocor.
"Bocornya ditambal, bukan kecepatan airnnya dihitung. Ahelah"
Melihat senior-senior yang berkunjung ke sekolah mukanya fresh, bersih, bening kaya nggak ada beban, jadi membuat kuliah itu terlihat makin enak.
Ujian Nasional tahun 2017 lalu hanya mengujikan 4 mata pelajaran. 3 pelajaran wajib dan 1 pelajaran pilihan. Pelajaran wajibnya terdiri dari; Bahasa Indonesia, Matematika, dan Bahasa Inggris. Sedangkan mata pelajaran pilihannya tergantung jurusan, IPA atau IPS. Btw aku jurusan IPA dan waktu itu aku pilih Kimia. Kenapa aku pilih Kimia? Karena diantara semua mata pelajaran pilihan, Kimia adalah mata pelajaran yang require skill menghafal dan menghitung jadi kemampuanku terasah(songong). Nggak, bukan kok. Pilih Kimia karena suka sama guru yang ngajar. Guru yang ngajarin Kimia membuat Kimia itu seakan-akan mudah padahal yah.. gitu. Akhirnya, soal UN Kimia nomor 1 di skip. Lol.
Pas selesai UN, aku daftar les untuk persiapan SBMPTN sekitar satu bulan. Tahun 2017 ujian SBMPTN dilaksanakan tanggal 16 mei(I dont know why I still remember clearly, maybe because it was historical) soalnya menjebak, dan gampang-gampang susah. Aku ngambil soshum karena nggak begitu tertarik ngambil jurusan yang tesnya harus belajar saintek. Aku punya trauma sama pelajaran Fisika. I'm so done with physic I don't need to learn to it anymore. Alhamdulillah, lulus pada pilihan ketiga. Jurusan pendidikan bahasa inggris. Sedih? Nggak, lebih. Galau, man. Kalo mengingat hari dimana aku dapat pengumuman lulus serasa kaya alam nggak berpihak sama kerja keras yang udah aku lakukan. Ngerjain soal ekonomi, sosiologi, geografi setiap hari tanpa berhenti karena niat banget pengen masuk di jurusan yang aku pengen. Waktu itu aku mikir semuanya omong kosong. Hasil tidak menghianati usaha. Apa-apaan! aku dikhianati oleh hasil usahaku. Aku marah, kesal karena aku gagal dari sekian banyak keberhasilan yang aku dapat, kenapa yang krusial seperti ini harus gagal. Tapi, Alhamdulillah lagi Allah itu adil, bijak. Allah knows where I belong to. Allah knows best.
Memasuki perkuliahan, aku excited; "Ini, nih yang selalu ditunggu-tunggu". Tapi hari kehari, semakin kesini rasanya kuliah nggak seperti bayanganku pas SMA. Malah jauh, man. Kuliah menjadi sesuatu yang menyebalkan. Tidak seperti kakak-kakak senior yang sering datang ke sekolah dulu. Mungkin karena pada dasarnya mereka emang udah cantik kali, ya.
Oke, ngomongin gimana rasanya jadi 'anak kuliahan' ada enak dan ada nggak enaknya. Aku bahas yang enaknya dulu. Yang pertama, enaknya itu bebas bawa hp ke kampus. Dulu waktu SMA, siswanya dilarang untuk membawa ponsel berkamera. Lalu, senior dan junior terasa lebih akrab. Kalo dulu di SMA, kaya ada dinding pembatas gitu antara junior sama seniornya. Junior sering jadi objek songongnya senior karena tingkahnya yang high, sombong, dan berbagai macam alasan lain yang actually doesn't really matter dan nggak penting untuk diperdebatkan. Senioritas ketika SMA itu tinggi. I admit that. Aku juga dulu begitu, sih.
Terus, jam kuliah yang sedikit. Dalam sehari biasanya hanya diisi dengan 2 atau 3 mata kuliah saja sehingga banyak waktu untuk melakukan kegiatan lain seperti berorganisasi, atau pulang ke kos, nyalain laptop, nonton ulang film yang udah ditonton, tidur. Waktu senggang kuliah itu banyak. Saking banyaknya, akhirnya jadi menghambur-hamburkan uang.
Ruang lingkup ketika kuliah itu besar. Aku ketemu beragam manusia dengan berbagai macam watak dan tingkah laku. Mulai dari yang ber-niqab sampai yang nggak pakai kerudung. Di perkuliahan aku dapat mengobservasi orang-orang ini dan tabiat mereka. Kuliah itu enak kok kalau tau mau mengisi waktu kosong dengan apa, enak kalau nggak ngeluh mikirin tugas segunung(tugas itu dikerjain bukan dipikirin).
Sekarang yang nggak enaknya. Ekspektasi pas SMA dulu jauh banget sama yang aku jalani sekarang. Kuliahnya sih nggak susah, cuma ribet. Ribetnya itu karena commands dosen yang kadang nggak logis, dan ribet. Nggak memikirkan mahasiswanya. Tapi, ngga tau deh kalau dosennya punya alasan dan tujuan tertentu melakukannya. Kalau ngomongin soal dosen, hadeuuu angker! Takut ilmunya jadi nggak bermanfaat. Jadi skip aja. Demi reputasi dosen dan aku sendiri.
Karena watak dosen, aku kadang suka nggak semangat ngampus. Watak dosen itu macam-macam, ada yang suka rempong, ada yang suka ngasih tugas segunung tiap minggunya, ada yang selama pelajaran senang ngoceh out of context smh. Well, macam-macam, deh pokoknya. Kan, lagi-lagi dosen. Menurut observasiku dosen menjadi faktor utama nggak enaknya kuliah, sih. Tapi nggak tau, sih kalau di jurusan lain.
Bawa motor yang membuat kulitku makin gelap. Ini sebenarnya masalah pribadi. Tapi, semenjak kuliah aku jadi makin sawo matang. Warna muka yang terpapar matahari jauhhh lebih gelap daripada yang nggak terpapar. So far yang paling parah itu, tangan dan muka. Udah pake sunscreen tapi masih merasa insecure sama matahari. In addition, rumahku lumayan jauh dari kampus dan cuaca di Pekanbaru itu panas naudzubillah. Oke, aku lebay. Tapi emang panas.
Komentar
Posting Komentar